Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Sunday, September 23, 2012

Motivasi Sukses

Beberapa waktu yang lalu saya menghadiri pertemuan IATS (Ikatan alumni Teknik Sipil) Universitas Katolik Parahyangan di Setiabudi Building, dengan pembicara salah seorang alumnus Teknik Sipil Unpar yang sekarang menduduki posisi direktur Summarecon Serpong. Pada akhir acara sambil melepas kangen dengan teman-teman, baik seangkatan maupun senior-junior, saya bertukar Pin BB dengan mereka.

Pada malam harinya saya di-invite ke dalam grup dan ditodong untuk sharing mengenai kewirausahaan, yang menurut rekan saya sudah saya miliki sejak masih duduk di bangku kuliah.  Bingung, itu yang saya rasakan untuk mensharing pengalaman saya. Karena jujur saja, semua karena faktor kepepet aja. Sejak tahun kedua kuliah memang saya terpaksa harus mencari tambahan pemasukan, karena uang yang dikirim oleh orangtua saya pasti tidak cukup.

Sekedar gambaran saja, tahun 1998 setelah krisis moneter dan kerusuhan social yang melanda Indonesia, pendapatan keluarga saya yang sebelum krisis sudah cukup sulit menjadi makin sulit. Saat itu papi saya hanya sebagai sopir “tembak”, kalau ada orang yang butuh jasa sopir untuk keluar kota papi saya akan dipanggil dengan diberikan upah 50-150rb sekali jalan, dan tiap minggu belum tentu ada. Mami saya hanya sebagai penjahit rumahan tanpa pegawai. Mereka harus menyekolahkan ketiga anaknya, 2 di Jakarta dan 1 di Bandung (saya berkuliah di Unpar), belum lagi untuk kebutuhan hidup sehari2 mereka sendiri.



Tahun 1998 itu menu makan siang dan makan malam saya tidak boleh berubah kalau mau bisa makan untuk satu bulan. Menu makan siang saya hanya nasi putih, oseng kacang panjang, dan kentang balado (+ 1 balabala di akhir bulan apabila dibulan itu sedikit beli diktat dan fotocopy). Menu makan malam saya hanya nasi putih dan soto ayam (yang banyakan kol dan soun dari pada ayamnya). Itu harus saya jalani selama semester 3. Uang bulanan saya hanya 350rb, dibagi untuk makan siang dan malam, 4rb/hari. Sisa 230rb, untuk beli diktat, fotocopy, alat tulis, kebutuhan mandi dan cuci baju, bayar listrik, beli gallon air mineral, dll.

Pengalaman kekurangan uang semasa kecil dan puncaknya pada saat kuliah memotivasi saya dan memperkuat tekad saya untuk bisa sukses dan jadi orang kaya, agar anak2 saya gak merasakan apa yang saya rasakan dulu. Sejak itu saya mulai mencari-cari cara untuk mendapatkan pemasukan tambahan. Saya ikut MLM (people skill dan marketing skill banyak saya pelajari saat usaha MLM), saya jualan dompet kulit aspal (kulit asli merk palsu) sebelum masuk kelas perkuliahan (isi tas saya dulu hanya 1 buku tulis sisanya dompet barang dagangan), saya jadi makelar HP (dulu HP masih mahal waktu masih jamannya Nokia HP sejuta umat), jualan kalkulator (supaya bisa beli kalkulator teknik sendiri, karena harganya mahal 650rb), sampai akhirnya saya kongsian dengan teman berbisnis catering (motivasinya bisa makan gratis), buka persewaan buku, jualan susu kedelai botolan, bahkan memiliki usaha distributor buku dan majalah se-Bandung yang pada saat saya tinggalkan beromzet 180jt/bulan, hanya dalam waktu satu tahun sejak kami memulai dan omzet awal tidak sampai 5jt/bulan.

 Sekarang saya memiliki usaha kontraktor (masih merintis tapi cukup sukses bagi saya pribadi bila melihat latar belakang ekonomi keluarga saya) dan usaha laundry kiloan, dan target saya ke depannya bisa menjadi developer. Sahabat saya dan mantan partner saya waktu di Bandung, Johan Halim, sekarang sukses sebagai pengusaha kuliner. Dia pemilik franchise Bakso Kaget, yang cabangnya mungkin sudah lebih dari 200 cabang se-Indonesia.

Jadi kalau ditanya bagaimana bisa jadi pengusaha? Jawabnya gampang, yah karena kepepet dan karena gak mau terus-terusan jadi orang susah, jangan pernah menyerah walaupun orang-orang di sekitar gak mendukung sebagai pengusaha tapi menyarankan cari kerja dengan gaji tinggi.

0 comments:

Post a Comment